Berapa Penghasilan Tukang Kopi Starling?

Tukang kopi Starling akan tetap ada dan menjadi bagian dari denyut nadi kota yang tak pernah berhenti berdetak.
tukang kopi starling keliling

Mereka disebut tukang kopi Starling, singkatan dari "Starbuck keliling". 

Bukan barista setelan klimis yang mahir meracik single-origin, bukan pula kafe bergaya industrial dengan harga selangit. Mereka adalah pedagang gerobak, penggendong termos, penjaja kopi instan yang berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, menghampiri orang-orang yang butuh kafein murah di tengah kesibukan.

Kopi Lima Ribuan dan Mimpi Ratusan Ribu

Ada yang bilang, hidup itu seperti secangkir kopi. Ada yang pahit, ada yang manis, ada yang sekadar buat pengisi perut ketika lapar melanda. Tapi di sudut-sudut kota, di antara deru mesin dan langkah kaki yang terburu-buru, ada sekelompok orang yang mengubah kopi menjadi cerita. Cerita tentang bertahan hidup, tentang penghasilan yang tak terduga, tentang bagaimana secangkir minuman lima ribuan bisa menjadi tumpuan hidup.  

Di gerobak mereka, tersimpan sederet pilihan: kopi instan, teh tarik, jahe hangat, atau susu kemasan. Harganya? Cuma Rp 5.000 sampai Rp 10.000 per gelas. Murah, terjangkau, dan bagi sebagian orang tak lebih dari sekadar pelepas dahaga. Tapi siapa sangka, di balik gelas-gelas plastik itu, ada aliran uang yang mengalir deras.

Dalam sebuah video viral, beberapa tukang kopi Starling ditanya berapa penghasilan mereka sehari. Jawabannya? "Rp 400.000 sampai Rp 700.000," kata salah seorang. Bahkan, ada yang mengaku pernah membawa pulang Rp 1,6 juta dalam satu hari.

Angka yang fantastis untuk pekerjaan yang sering dianggap remeh.

Tapi, seperti halnya kopi, tak semua hari terasa sama. Ada saat-saat di mana hujan mengusir pembeli, di mana event besar mengalihkan kerumunan, atau di mana persaingan dengan pedagang lain membuat omzet merosot. Keuntungan harian mereka bisa Rp 200.000–Rp 300.000, atau jika sedang mujur, melesat hingga setengah juta lebih.

Ekonomi Informal: Tiang Penyangga yang Tak Terlihat

Indonesia adalah negeri yang bertumpu pada ekonomi informal. Di balik gedung-gedung pencakar langit dan deretan toko modern, ada jutaan orang seperti tukang kopi Starling, pekerja yang tak tercatat dalam data resmi, tapi justru menjadi tulang punggung perekonomian kecil.

Mereka tak terkena PHK ketika krisis melanda, tak perlu khawatir dengan fluktuasi saham, atau kebijakan makroekonomi yang rumit. Uang mereka adalah uang tunai, langsung dari tangan ke tangan, tanpa potongan pajak atau biaya administrasi.

Tapi hidup mereka bukan tanpa risiko. Tak ada jaminan sosial, tak ada pensiun, tak ada cuti berbayar. Setiap hari adalah pertaruhan: apakah gerobak mereka akan laris, ataukah harus pulang dengan sisa kopi yang tak terjual.

Mungkin, yang menarik dari tukang kopi Starling bukan sekadar angka penghasilannya, tapi tentang bagaimana mereka menemukan celah di tengah hiruk-pikuk kota. Mereka tak menunggu lapangan kerja diciptakan, mereka terpaksa menciptakannya sendiri.

Di setiap tegukan kopi instan mereka, ada cerita tentang ketekunan, tentang bagaimana uang Rp 5.000 bisa terkumpul menjadi ratusan ribu, tentang bagaimana ekonomi bergerak dalam cara-cara yang tak terduga.

Lalu, berapa sebenarnya penghasilan tukang kopi Starling?

Jawabannya: Tergantung hari. Tergantung langkah kaki mereka, tergantung nasib, tergantung pada siapa yang mau berhenti sejenak dan membeli secangkir kopi.

Tapi satu hal yang pasti: di negeri ini, selama masih ada yang haus, selama masih ada yang butuh tenaga murah, tukang kopi Starling akan tetap ada dan menjadi bagian dari denyut nadi kota yang tak pernah berhenti berdetak.

Pekerja teks komersial, juga mengulik desain visual dan videografi. Pop culture nerd dan otaku dengan kearifan lokal

Posting Komentar

© Kopi Bandung. All rights reserved. Developed by Jago Desain