Trik Internet Ngebut di Kedai Kopi

work from cafe digital nomad coffee shop

Kedai-kedai kopi kini menjadi kantor kedua bagi para digital nomad, freelancer, dan orang-orang yang sebenarnya bisa kerja di rumah tapi bosan melihat tembok dan kehampaan. 

Di era di mana bekerja dari kafe bukan lagi gaya hidup tapi kewajiban. Kapan lagi bisa pamer lifestyle kalau tidak sambil duduk depan laptop dengan latar exposed brick wall? 

Wi-Fi gratis seolah jadi hak dasar manusia. Sayangnya, hak itu seringkali hanya ada di caption Instagram, bukan di kenyataan.

Mereka datang dengan mimpi koneksi ngebut, tapi yang didapat cuma putaran buffering tanpa akhir, seperti nasib janji reformasi birokrasi.

1. Menjadi Penyamun Digital

Pertama, pastinya harus masuk dulu.

Bukan masuk ke dalam jaringan, tapi ke dalam ritual pembelian kopi. Barista akan memandang dengan tatapan hakim yang siap menghukum jika cuma duduk tanpa membeli apa-apa.

Kamu pun menyerah, memesan americano yang rasanya seperti air cucian bekas seduhan. Tapi, inilah harga yang harus dibayar untuk menjadi warga negara digital yang diakui.

2. Perang Sinyal

Setelah mendapatkan password Wi-Fi, yang biasanya ditulis dengan font handwriting tidak terbaca di belakang struk, kamu akan menemukan bahwa koneksi internet ngebut di sini artinya loading YouTube 144p selama 10 menit. Koneksinya lebih lambat daripada antrian BPJS.

Ternyata, ada 20 orang lain yang juga berjuang mengunduh dokumen, menonton TikTok, atau sekadar memeriksa email. Kita semua adalah tawanan bandwidth yang diperebutkan seperti nasi bungkus setelah Jumatan.

3. Strategi Bertahan

Beberapa tips dari para veteran coffee shop Wi-Fi:

Duduklah dekat router.

Datang pas jam sepi. Datanglah pukul 7 pagi, sebelum orang-orang sadar hidup itu berat, atau tengah malam, ketika hanya para insomniac dan penulis skripsi yang masih bertahan. Tentu saja, cek dulu jam buka kedai kopinya.

Selalu bawa ekstensi kabel. Karena stop kontak di kedai kopi lebih langka daripada kejujuran di Instagram.

Work From Café seharusnya tentang kenyamanan, tapi seringkali malah jadi pertunjukan performative productivity. Kita rela menghabiskan uang untuk kopi overpriced dan duduk di kursi yang tidak ergonomis, demi ilusi "bekerja dengan gaya".

Padahal, jika mau jujur, Wi-Fi rumah lebih stabil, kursinya lebih nyaman, dan kopinya, meski instan, tidak perlu antri 15 menit.

Tapi mana bisa kita flexing di Instagram kalau kerja di rumah?

Pekerja teks komersial, juga mengulik desain visual dan videografi. Pop culture nerd dan otaku dengan kearifan lokal

Posting Komentar

© Kopi Bandung. All rights reserved. Developed by Jago Desain